PENERAPAN MODERASI, EKOTEOLOGIS DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM.
Dr. Norman Ohira, MA Akademisi / Dosen IAIN Kerinci Dekade terakhir isu moderasi dan ekoteologis mengemuka dan menjadi perbincangan hangat d...

![]() |
Dr. Norman Ohira, MA Akademisi / Dosen IAIN Kerinci |
Dekade terakhir isu moderasi dan ekoteologis mengemuka dan menjadi perbincangan hangat di semua level. Isu ekoteologis kiranya memiliki signifikansi karena berkaitan langsung dengan aspek keberagamaan dan lingkungan. Ekoteologi adalah kajian agama tentang pentingnya merawat dan menghargai lingkungan ciptaan Tuhan. Namun ketika berurusan dengan moderasi sering luput dibahas. Moderasi sejatinya bukan berkaitan dengan urusan keber-agamaan semata atau diistilahkan sebagai moderasi beragama. Memang, moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan prilaku beragama yang dianut dan dipraktikkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini, dari dulu hingga sekarang {https://kemenag.go.id/kolom/mengapa-moderasi-beragama-02MbN}. Tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan kepentingan bersama. Apalagi terkait dengan kearifan lokal. Moderasi dalam pengertian yang sering digunakan memang dimaknai sebagai moderasi dalam pengertian dasar adalah juga berkaitan dengan aspek lebih luas yakni moderasi berarti menghindari hal-hal yang ekstrem dengan mengedepankan pendekatan yang seimbang, bijaksana, dan masuk akal, baik dalam perilaku, pendapat, maupun tindakan. Istilah ini juga dapat merujuk pada proses mengatur atau mengendalikan sesuatu, seperti konten atau penilaian daring, untuk memastikan kualitas, keamanan, dan keadilan.
Pada titik inilah moderasi beragama berkaitan erat dengan lingkungan dan sumber daya alam. Moderasi beragama, dalam konteks ini, berarti bersikap seimbang dalam hubungan dengan alam, tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan maupun pasrah total terhadap kerusakan lingkungan. Perwujudan dari moderasi dan lingkungan atau diistilahkan sebagai eko-moderasi merupakan praktik yang melibatkan tindakan nyata seperti menjaga kebersihan, menghemat energi, dan menanam pohon, sebagai bagian dari ibadah dan bentuk keimanan.
Keseimbangan yang dimaksudkan berkenaan dengan adanya penghargaan terhadap kearifan lokal. Dalam ekoteologis, moderasi agama tidak bertujuan menghancurkan kebudayaan lokal, melainkan berpadu dengannya untuk menciptakan wajah kebudayaan yang beragama. {Khoiruddin Khoiruddin {2023} Kombinasi ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, toleran, dinamis, dan sejahtera, di mana keberagaman dirangkul sebagai kekuatan dan kearifan lokal menjadi landasan bagi keberagamaan yang inklusif.
Hal ini perlu dikemukakan agar tujuan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya alam dapat efektif dan memberi maslahat bagi umat manusia. Di samping itu persoalan yang terjadi diantara pemangku kepentingan terutama masyarakat tempatan dapat diakomodir melalui pendekatan moerasi dan penerapan nilai ekoteologis. Sehingga dampak negatif dari pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam seperti pendirian PLTA atau projek tambang tidak menimbulkan malapetaka bagi lingkungan dan manusia di sekitar lokasi. Banyak kasus bentrokan dan kerusuhan yang mengakibatkan kerugian baik harta maupun nyawa menurut hemat kita lebih disebabkan penerapan pendekatan moderasi dan nilai-nilai ekoteologis tidak berjalan semestinya.
Moderasi seperti yang telah dikemukaan sebelumnya adalah menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak. Terutama memperhatikan kearifan lokal. Pendekataan yang digunakan adalah ekoteologis. Eko teologi adalah pendekatan teologis yang menghubungkan ajaran agama dengan isu-isu lingkungan, memandang alam sebagai ciptaan Tuhan yang harus dirawat dan dilestarikan, bukan dieksploitasi demi kepentingan manusia semata. Sebagai pendekatan pembangunan sumber daya alam, ekoteologi mendorong manusia untuk bertindak sebagai "khalifah" (pemimpin) yang bertanggung jawab atas bumi, menuntut pengelolaan alam yang harmonis, berkelanjutan, dan mengedepankan keseimbangan ekologis serta keadilan bagi generasi mendatang dan makhluk lain.
Lalu bagaimana gambaran penerapan moderasi dan pendekatan ekoteologis serta kearifan lokal dijalankan? Secara konsep dapat digambarkan sebagai berikut: moderasi mengajarkan azas-azas keseimbangan yang mengutamakan keadilan sosial lalu ditumbuhkan kesadaran individu dan kelompok bahwa lingkungan dan sumber daya alam adalah bagian dari tanggungjawab mansusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Jika hal ini dikedepankan barulah menggunakan kearifan lokal secara teknis dalam membicarakan langkah-langkah pelaksanaan pembangunan atau rancangan projek yang hendak dilakukan.
Kearifan lokal mengajarkan tentang musyarawah mufakat, sederhananya adalah bagaimana kita duduk bersama membicarakan secara komperehensif sebelum dan selama proses pembanguan berjalan. Disinilah moderasi bekerja, bagaimana saling menghargai dan menjauhkan diri dari hegemoni atau pemaksaan terhadap kelompok lain dengan dalih apapun.
Pendekatan ekoteologis diyakini mampu menjembatani terlaksananya moderasi beragama karena mengajak kesadaran individu kembali kepada tujuan kehidupan ini yang pada dasarnya adalah pelaksana tugas kekhalifahan di muka bumi atau wakil Tuhan. Hal ini didukung pula kenyataan bahwa masyarakat kita sejatinya adalah masyarakat beragama. Serta nilai filosofis yang kita sebut sebagai kearifan lokal. Tidak ada masyarakat kita yang menolak pembangunan dan tidak ada pula kearifan lokal mengajarkan merusak alam atau merusak lingkungan.
Sayangnya dalam beberapa kasus pengelolaan sumbe daya alam, unsur yang dimaksudkan seringkali diabaikan. Pengabaian ini boleh jadi karena prinsip moderasi tidak dikedepankan misalnya mengutamakan ego-centric atau kepentingan tertentu baik individu atau kelompok. Sudah pasti dan telah menjadi hukum sosial jika keseimbangan terganggu maka akan menciptakan ketidakadilan sosial. Manakala ketidakadilan sosial kentara di depan mata, maka ekoteologis, moderasi beragama dan kearifan lokal sebagai fondasi pengelolaan lingkungan menjadi absurd dan seolah-olah menginjak-injak agama dan Tuhan atas nama kepentingan sesaat. Bahkan kearifan lokal yang diagung-agungkan menjadi sirna pula.