Filosofi Warkop Buya ; dari Kesederhanaan hingga Ketulusan

Arifman Ketua TPQ Bustanuddin Di sudut kota yang ramai, di antara deru knalpot dan klakson, berdiri sebuah warung kopi sederhana, tepatnya d...

Arifman
Ketua TPQ Bustanuddin

Di sudut kota yang ramai, di antara deru knalpot dan klakson, berdiri sebuah warung kopi sederhana, tepatnya di tengah-tengah pasar beringin kota sungai penuh. Bukan kedai modern dengan interior minimalis atau cangkir-cangkir mahal, melainkan Warkop Buya. Sebuah tempat yang kelihatannya biasa saja, tapi menyimpan filosofi yang begitu dalam.

Jika kamu mampir, jangan heran kalau Buya, pemiliknya, akan menyapamu dengan senyum dan sapaan akrab. Di sini, Buya tidak hanya menjual kopi, tapi juga menawarkan berbagai macam menu seperti lontong sayur, mie rebus,  teh manis, teh susu hingga teh Talua (teh telor). Kopi yang diseduhkan diwarung ini adalah kopi-kopi lokal khas Kerinci, buat kami bukan jenis kopi nya, tapi cara Buya meraciknya penuh ketelitian. Ia tahu betul bagaimana panas air yang pas, seberapa banyak bubuk kopi yang harus dituang, dan seberapa lama harus diaduk. Hasilnya? Secangkir kopi yang rasanya pas di lidah dan hangat di hati.

Filosofi Warkop Buya ini sederhana, namun maknanya luar biasa. Filosofi pertama adalah kesederhanaan. Hidup tidak selalu butuh yang serba mewah dan rumit. Kenikmatan seringkali ditemukan dalam hal-hal yang paling sederhana, seperti secangkir kopi hitam dan obrolan ringan dengan teman. Buya mengajarkan bahwa kebahagiaan itu bisa diracik dari bahan-bahan yang ada, tidak perlu mencari yang jauh-jauh.

Filosofi kedua adalah kebersamaan. Di Warkop Buya, tidak ada sekat. Pengusaha berdasi bisa duduk semeja dengan tukang ojek. Pejabat lokal bisa berdiskusi dengan masyarakatnya. Semua melebur dalam satu ruang, berbagi cerita dan tawa. Kopi menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai latar belakang, membuat mereka merasa setara. Maka dari itu yang datang ke warung Buya beragam latar belakang profesi, ada pengusaha toko buku "citra" yang merupakan salah satu toko buku terbesar di Kota Sungai Penuh, ada pengusaha foto kopi, ada pengusaha servis komputer, ada supir muat barang, ada pensiunan dan ada juga pengangguran seperti saya. Buya percaya, secangkir kopi bisa membuka percakapan dan menjalin persahabatan dan persaudaraan.

Filosofi ketiga adalah ketulusan. Buya tidak pernah memaksa pembeli untuk menghabiskan waktu berlama-lama, atau membeli lebih dari satu cangkir. Ia melayani dengan sepenuh hati, tanpa menghitung untung rugi. Baginya, kepuasan pelanggan lebih penting dari uang. Ketulusan Buya inilah yang membuat banyak orang kembali, bukan hanya karena kopinya, tapi karena suasana yang ia ciptakan.

Jadi, Warkop Buya lebih dari sekadar tempat minum kopi. Ia adalah sebuah pengingat bahwa dalam hidup, hal-hal terpenting sering kali luput dari perhatian kita. Kesederhanaan, kebersamaan, dan ketulusan adalah bumbu rahasia yang bisa membuat hidup ini terasa lebih nikmat, seperti secangkir kopi buatan Buya. 

Hari ini, Sabtu (11/10/2025). Warkop "Buya" tinggal sejarah, karena warungnya terkena dampak revitalisasi pasar beringin sungai penuh, sehingga mengharuskan Buya merelokasi tempat yang sudah disediakan oleh Pemerintah Kota Sungai Penuh, tepatnya di Plaza Kincai. Buat Buya, dimanapun tempat mencari rejeki untuk berjualan tidak menjadi permasalahan baginya, karena Buya yakin rejeki tidak akan pernah tertukar. (NA)

Related

Bahasa 1711897886282752892

Terbaru

Hot in week

Komentar

item